KUPANG – Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (FH UNDANA) gelar kuliah umum dengan topik “Penegakan Hukum yang Berkepastian dan Berkeadilan” pada Jumat (18/10/2024). Acara ini menghadirkan Dr. Ibrahim, S. H., M.H., LL.M, Hakim Agung Yang Mulia sebagai pemateri dalam acara tersebut.
Kuliah umum ini tidak hanya dihadiri oleh para mahasiswa Undana sendiri, tetapi juga turut mengundang beberapa mahasiswa mitra dari beberapa universitas di Kupang, antara lain Universitas Widya Mandira, Universitas Kristen Artha Wacana, Universitas Muhammadiyah, serta Stikom Uyelindo Kupang.
Tidak seperti pada kuliah umum lainnya yang mana hanya menargetkan pada mahasiswa itu sendiri, kuliah umum kali ini juga menghadirkan akademisi dan praktisi hukum, seperti dosen FH, pengacara/advokat, jaksa, hakim, dan polisi.
Topik yang diangkat dalam kuliah umum kali ini dianggap sangat penting dan menjadi tantangan terbesar, teutama bagi para akademisi hukum yang jarang terjun langsung ke lapangan dalam menerapkan teori dan hak asasi.
Dalam pemaparan materinya, Dr. Ibrahim mengemukakan terdapat 3 (tiga) tujuan hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Namun, untuk mencapai ketiga tujuan itu, terdapat 3 (tiga) hal lain yang perlu dimiliki oleh para penegak hukum, yaitu substansi hukum yang baik, unsur penegaknya, budaya hukum. Pemateri menilai, jika ketiga hal tersebut diterapkan, maka tujuan penegakan hukum akan berjalan dengan baik.
Indoneia dikenal sebagai negeri yang kaya akan undang-undang tetapi lemah dalam penegakan hukum. Lantas, bagaimanakah menciptakan substansi hukum yang baik itu? Menurut Ibrahim, ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh seorang penegak hukum, yaitu hard, skill, and soft competence.
First, hard competence (kemampuan intelektual). Ibrahim menilai, seorang penegak hukum harus memiliki kemampuan intelektual yang mumpuni. Kedua, skill competence, keterampilan dalam menggunakan ilmunya karena sehebat apapun kemampuan intelektual seorang penegak hukum, namun jika tidak terampil menggunakan ilmunya, maka tidak ada gunanya dalam penegakan hukum. Terakhir, soft competence, moralitas yang perlu dijunjung sebagai pelengkap dua kompetensi sebelumnya, sehingga sense of justice yang dilandasi oleh nilai-nilai moral bagi seorang penegak hukum haruslah kuat.
Sering kali penegakan hukum menjadi kering dan bahkan meninggalkan sisi keadilan karena penegak hukumnya sendiri sudah mulai menjauh dari nilai-nilai etika. Oleh karenanya, nilai-nilai etik tidak boleh ditinggalkan termasuk nilai-nilai antar budaya di masing-masing daerah.
Menutup materinya, Dr. Ibrahim berpesan kepada seluruh peserta yang hadir, terutama kepada para mahasiswa yang suatu saat kelak akan menjadi salah seorang penegak hukum agar memperhatikan nilai-nilai moral di samping ilmu yang perlu dikuasai. “Tolong perhatikan agar jangan hebat ilmunya tetapi miskin moralnya. Bangunkan esensi tersebut menjadi satu dasar kesatuan sehingga kelak akan menjamin kepastian di satu sisi dan tidak meninggalkan keadilan,” tutupnya.







