(0380) 881580

info@undana.ac.id

Jl. Adisucipto, Penfui

Kupang, NTT 85001

07:30 - 16:00

Senin s.d Jumat

(0380) 881580

info@undana.ac.id

Jl. Adisucipto, Penfui

Kupang, NTT 85001

07:30 - 16:00

Senin s.d Jumat

Jangan Takut Bermimpi Besar : Kisah Sukses Mahasiswa dan Dosen UNDANA di Kancah Global

KUPANG – International Relations Office (IRO) Universitas Nusa Cendana (Undana) kembali menggelar Global Connection Program (GCP) pada Kamis, 27 Maret 2025, di The Gade Creative Lounge (TGCL), UPT Perpustakaan Undana. Acara ini bertujuan untuk memotivasi dan menginspirasi mahasiswa Undana dalam meraih kesempatan global melalui berbagai program seperti beasiswa studi lanjut, magang, dan pelatihan kepemimpinan.

GCP kali ini menghadirkan beragam narasumber inspiratif dari kalangan mahasiswa dan dosen yang telah sukses menorehkan prestasi di kancah internasional. Mereka berbagi pengalaman berharga dan tips sukses kepada para peserta yang hadir.

Di antara narasumber yang hadir adalah Timothy Ravis, penerima beasiswa Fulbright-Hays DDRA (Doctoral Dissertation Research Abroad) dari Cornell University, USA. Timothy membagikan pengalamannya dalam menjalani studi doktoral di Amerika Serikat dan memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk tidak takut bermimpi besar.

“Perbedaan bahasa kerap menjadi penghalang, namun jangan biarkan rasa minder menguasai. Pemilik asli bahasa umumnya memahami situasi ini dan tidak mempermasalahkannya. “Variasi aksen adalah hal yang lumrah dan dapat diatasi dengan latihan,” tegas Timothy, menekankan pentingnya kepercayaan diri dalam berkomunikasi.

Mariana Noya Letuna, S. Sos., MA, dosen dari Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undana, yang merupakan penerima beasiswa doktoral LPDP Batch I tahun 2023 ke Belanda, juga turut hadir. Noya berbagi kisah perjuangannya meraih beasiswa dan memberikan tips tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk studi lanjut di luar negeri.

Dalam kesempatan itu, Dosen Komunikasi ini juga berbagi pengalaman studi dan magang di luar negeri, khususnya ia menyoroti riset doktoralnya yang berfokus pada isu krusial perubahan iklim. Ia menggali potensi media digital sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap isu tersebut. “Saya sangat menyoroti fenomena yang terjadi saat ini, dimana kurangnya platform media sosial yang menyajikan informasi penting ini dalam bahasa yang relevan dan mudah dipahami oleh generasi muda,” ujarnya.

Andreas Ayup, mahasiswa Semester 8 Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP, peserta Undana’s International Student Mobility, dalam bentuk kegiatan magang internasional bersama Global Village for Hope tahun 2024, menceritakan pengalamannya menjalani magang di Singapura. Andreas menekankan pentingnya membangun jaringan dan memanfaatkan kesempatan yang ada.

Yoseph Ricardo Bessie, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, alumni program SEA-Teacher Batch 10.2 di Filipina tahun 2025, berbagi pengalamannya mengikuti program pertukaran guru di Filipina. Yoseph menekankan pentingnya penguasaan bahasa Inggris dalam era globalisasi.

Paulus R. A. Ully, mahasiswa Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik (FST),  yang juga adalah peserta Undana’s International Student Mobility, dalam bentuk kegiatan magang bersama University of Miyazaki tahun 2024, menceritakan pengalamannya belajar di Jepang. Paulus menekankan pentingnya keberanian dan kepercayaan diri dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.

Dalam sesi sharing, para narasumber menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi selama menjalani program di luar negeri, di antaranya adalah hambatan bahasa (language barrier) dan pentingnya memiliki tujuan yang jelas.

Paulus turut memberikan pesan kepada mahasiswa untuk tidak menunggu hingga fasih berbahasa Inggris untuk mulai berbicara. “Jangan menunggu hingga Anda sempurna karena kesempurnaan itu sendiri tidak memiliki parameter. Jadi, jika Anda ingin berbicara bahasa Inggris, mulailah dari saat ini,” ujarnya.

Senada dengan Paulus, Noya Letuna juga menambahkan bahwa bahasa adalah identitas seseorang dan tidak perlu merasa rendah diri karena dialek yang dimiliki. “Bahasa adalah identitas, jadi memiliki dialek itu sangat wajar,” tambahnya.

Testimoni dari para narasumber GCP diharapkan dapat menginspirasi dan memotivasi mahasiswa Undana untuk terus mengembangkan diri melalui berbagai program global yang tersedia, sehingga dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi masyarakat. (Fnt)

Comments are closed.
Arsip